anak tiri dalam islam
Sukardi Adopsi Anak dalam Hukum Islam | 173 ADOPSI ANAK DALAM HUKUM ISLAM Sukardi IAIN Pontianak, Indonesia Email: dilomboktimur@ tanggal 20 Oktober 2018 Selesai tanggal 20 November 2018 ABSTRACT Adoption of children is one of the methods taken for husband and wife who have no offspring in their marriage. In
Terlebihkhusus dalam mengimani ayat-ayat waris, di antaranya firman Allah SWT, “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan.” (QS an-Nisa [4]: 11). Allah SWT telah menjadikan bagian anak laki-laki dua kali lipat bagian anak
OlehERNI HERAWATI (MEI 2018) Dalam lingkup hukum keluarga, diketahui bahwa terdapat beberapa jenis status hukum bagi seorang anak, antara lain yaitu: anak sah, anak luar kawin (ALK), dan anak angkat atau adopsi. Ketentuan mengenai hukum keluarga ini utamanya mengacu pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP). UUP tidak
BagianAnak dari Istri Pertama dan Kedua Kami tiga orang bersaudara, dua laki-laki dan satu perempuan (hidup semua). Ibu kami meninggal dunia 40 tahun yang lalu. Kira-kira dua tahun setelah ibu kami meninggal ayah kami menikah lagi dan dikaruniai empat orang anak yaitu tiga laki-laki dan satu perempuan (hidup semua). Dan pada tanggal 31 maret 2016 yang lalu ayah
Masalahanak dalam hukum Islam by Fuad Mohd Fachruddin, 1985, Pedoman Ilmu Jaya edition, in Indonesian - Cet. 1. Masalah anak dalam hukum Islam anak kandung, anak tiri, anak angkat dan anak zina Cet. 1. by Fuad Mohd Fachruddin. 0 Ratings 2 Want to read; 0
Lirik Lagu Tak Ingin Usai Chord. Hubungan antara anak dan ayah tiri tidak dapat dielakkan jika memutuskan menikah dengan seorang janda yang telah memiliki anak. Hanya saja terkadang masih ada pembatas tak kasat mata dalam hubungan ayah tiri dengan anak tirinya. Dikarenakan bukan hubungan pertalian darah, sehingga sang anak atau pun ayah tiri tidak merasakan hubungan ayah dan anak selayaknya hubungan kandung. Juga timbul pertanyaan, apakah tanggung jawab ayah tiri dalam islam? Untuk mengetahuinya, simak jawaban berikut Berlaku baik pada anakMeski bukanlah seorang ayah kandung, seorang laki-laki berkewajiban berbuat dan berlaku baik kepada anak tirinya sebagai bentuk dari perbuatan baiknya kepada istrinya, ibu dari anak tirinya ini. Menikahi seorang janda dengan anak, itu artinya ia juga siap dan wajib menjadi ayah yang baik untuk anaknya. Yang mana dalam islam jika seorang laki-laki menikahi dan menggauli seorang perempuan, maka anak dari perempuan tersebut juga mahram Ikut menafkahi, jika ayah kandungnya sudah tiadaJika ayah kandung dari anak tiri itu masih ada negara yang bertanggung jawab atas nafkah dan segala kebutuhan anak adalah ayah kandungnya sendiri. Namun jika ayah kandung si anak sudah tiada, maka yang mengambil alih tanggung jawab itu adalah saudara dari ayah kandung si anak tersebut, juga ibu kandungnya. Namun akan menjadi perbuatan yang sangat mulia jika seorang ayah tiri juga ikut serta dalam menafkahi dan mencukupi kebutuhan anak Mendidik kepada yang baikSetelah sepasang suami istri bercerai, ada umumnya hak pengasuhan anak jatuh pada ibunya dan sementara itu tanggung menafkahi ada pada ayah si anak. Tanggung jawab itu tidak akan terputus. Meskipun begitu, jika sang anak ikut ibunya yang pada akhirnya menikah lagi, maka jika si anak berlaku tidak baik, maka ayah tiri pun juga berkewajiban untuk mendidik anak pada kebaikan. Cara mendidik anak nakal bagi ayah tiri tentu sama saja dengan cara mendidik anak kandung Memberikan perlindunganTanggung jawab ayah tiri dalam islam kepada anak tirinya juga termasuk dalam hal memberikan perlindungan. Selayaknya melindungi ibunya, maka sang anak pun juga berhak mendapatkan perlindungan dari ayah tirinya. Setidaknya, seorang ayah tiri bisa memberikan perlindungan berupa rasa aman dan nyaman pada anak Menjadi teladan yang baik bagi anak tirinyaBerikutnya, tanggung jawab ayah tiri dalam islam adalah ia pun juga harus menjadi teladan yang baik bagi anak tirinya. Menjalani peran sebagai seorang ayah, maka ia pun harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya, termasuk anak tirinya. Dan tidak seharusnya seorang laki-laki yang berstatus sebagai ayah tiri memberikan contoh sikap dan perilaku buruk kepada anak Memberikan kasih sayang seorang ayahSeorang ayah tiri juga berkewajiban untuk memberikan kasih sayang seorang ayah kepada anak tirinya, terlebih jika anak tirinya adalah seorang anak yatim yang ayah kandungnya sudah tiada. Dan jika seorang ayah tiri juga memiliki anak kandung, maka hendaknya bisa memberikan perhatian dan kasih sayang yang sama kepada anak-anaknya. Dan yang banyak terjadi dalam kehidupan, penyebab orang tua pilih kasih terhadap anaknya dikarenakan si anak bukan darah Menjadi motivator bagi anak tirinyaJangan lantaran karena berstatus sebagai ayah tiri, maka seorang laki-laki bisa lepas tangan begitu saja terhadap hidup anak tirinya. Setidaknya berlakulah sebagai motivator dalam hidup si anak agar bisa meraih masa depan cerah yang ia inginkan. Ikutlah berdiri bersama ibunya dalam memberikan support disetiap langkah dan cita-cita si bukan darah daging sendiri, jika seorang ayah tiri berlaku baik, maka anak tiri pun juga akan membalas sikap baik ayah tirinya sendiri. Tak jarang pula, seorang anak tiri menghormati dan menyayangi ayah tirinya selayaknya ayah kandungnya sendiri jika si ayah melakukan hal yang Memberikan pendidikan agama pada anak tiriSelain yang telah disebutkan di atas, ayah tiri juga bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan agama kepada anak tiri. Menyuruh anak untuk selalu taat beribadah dan mengamalkan perbuatan baik sesuai ajaran ayah tiri yang tidak baik justru akan mengabaikan anak tirinya dan juga menunjukkan sikap tidak peduli, tidak mau tahu dan tidak mengambil peran sebagai ayah yang 8 tanggung jawab ayah tiri dalam islam. Ketahui pula penyebab anak melawan orang tuanya dan cara mendidik anak korban perceraian serta cara menghadapi anak tiri yang sulit didekati. Post Views 1,718
Menikah dengan saudara kandung sudah tentu dilarang dalam Islam. Namun, bagaimana dengan saudara tiri? Bagaimana hukum menikahi saudara tiri dalam Islam? Apakah diperbolehkan? Pengertian Mahram Sebelum menjawab hal tersebut, Parents sebaiknya memahami terlebih dahulu mengenai mahram atau seseorang yang pantang dinikahi. Hal tersebut sudah diatur oleh Allah SWT yang tertuang dalam QS. QS. An Nisa’ 22-24, yang sebagian artinya berbunyi “Diharamkan atas kalian untuk mengawini ibu-ibu kalian 1, anak perempuan kalian 2, saudara-saudara perempuan kalian 3, saudara-saudara perempuan dari ayah kalian 4, saudara-saudara perempuan dari ibu kalian 5, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki kalian 6, anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan kalian 7, ibu-ibu kalian yang menyusui kalian 8, …” “… saudara-saudara perempuan sepersusuan 9, ibu-ibu istri kalian mertua 10, anak-anak dari istri kalian yang dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri 11, akan tetapi jika kalian belum bercampur dengan istri kalian itu dan sudah kalian ceraikan tidaklah berdosa kalian kawini, dan kalian diharamkan terhadap istri-istri anak-anak kandung kalian menantu 12, dan menghimpun dua perempuan yang bersaudara dalam perkawinan kecuali telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah maha pengampun dan maha penyayang. ” Artikel terkait Khitbah atau Lamaran dalam Islam, Ini Aturan dan Tata Cara Pelaksanaannya Sumber Pexels Dari ayat di atas, dapat dilihat kalau saudara tiri tidak termasuk ke dalam mahram sehingga boleh untuk dinikahi. Dilansir dari NU Online, Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmû’ menjelaskan وإن تزوج رجل له ابن بامرأة لها ابنة جاز لابن الزوج أن يتزوج بابنة الزوجة Artinya “Apabila seorang laki-laki suami yang punya anak laki-laki menikah dengan seorang perempuan istri yang punya anak perempuan, maka anak laki-laki suami tersebut boleh menikah dengan anak perempuan si istri saudara tirinya.” Yahya bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmȗ’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Darul Hadis 2010], juz XVI, halaman 495 Sumber Freepik Penjelasan tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada halangan bagi sesama anak tiri—yang merupakan sesama bawaan dari pihak suami atau istri—untuk menikah dan menjadi pasangan suami istri. Meskipun kedua orang tua mereka masih dalam ikatan pernikahan, hukum menikah dengan saudara tiri menurut fiqih Islam diperbolehkan. Imam an-Nawawi bilang, ini dikarenakan tidak adanya hubungan nasab dan persusuan di antara kedua anak tiri tersebut. Artikel terkait Takut Berkomitmen dan Menikah? Jenis Fobia Ini Bisa Jadi Penyebabnya Saudara Tiri yang Tidak Diperbolehkan Menikah dalam Hukum Islam Menurut ada beberapa saudara tiri yang tidak diperbolehkan menikah di Islam. Berikut beberapa contohnya. A seorang duda, memiliki anak perempuan bernama K. Lalu A menikah lagi dengan B, yang dari pernikahan tersebut memiliki anak laki-laki bernama L. Nah, hubungan K dengan L bukan saudara tiri, melainkan saudara se-bapak. Jadi, mereka adalah mahram dan tidak boleh menikah. C seorang janda, memiliki anak perempuan bernama M. Lalu C menikah lagi dengan D dan dari pernikahan itu lahir anak laki-laki bernama N. Jadi, hubungan M dan N tidak bisa disebut saudara tiri, melainkan saudara se-ibu. Mereka berdua merupakan mahram sehingga tidak boleh menikah. Jadi, sudah jelas di sini bahwa yang dimaksud dengan saudara tiri adalah anak-anak bawaan dari perempuan dan laki-laki yang menikah. Disebut saudara tiri karena mereka memang tidak memiliki ikatan darah, baik dengan ayah ataupun ibu. Artikel terkait Hukum Menikah Beda Agama dalam Islam, Ini Penjelasan MUI, NU dan Muhammadiyah Contoh Kasus Hukum Menikahi Saudara Tiri di Zaman Dahulu Menurut NU Online, kasus menikah dengan saudara tiri pernah hampir terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab ra. Dikisahkan, ada seorang laki-laki yang punya anak laki-laki, menikah dengan seorang perempuan yang punya anak perempuan. Si anak laki-laki kemudian melakukan perbuatan “tidak semestinya” dengan si anak perempuan. Kejadian ini diketahui oleh Umar ra dan saat ditanya tentang kebenaran hal tersebut, mereka mengakuinya. Umar ra lalu menghukum keduanya dengan hukuman cambuk dan menawarkan untuk mengumpulkan keduanya dalam ikatan perkawinan. Namun, tawaran tersebut ditolak oleh si anak laki-laki. Dari penawaran Umar bin Khattab ra untuk menikahkan kedua saudara tiri tersebut, menunjukkan bahwa hukum menikah dengan saudara tiri—yang sama sama anak bawaan—menurut fiqih Islam diperbolehkan. Itulah tadi informasi mengenai hukum menikahi saudara tiri dalam Islam. Semoga bisa memberikan penjelasan ya, Parents. Baca juga Hukum dan Risiko Menikah dengan Sepupu Sendiri, Ini yang Perlu Diketahui Kakak Nikahi Adik Kandung dan Punya 2 Anak tanpa Sadari Risiko Pernikahan Sedarah Parenting bikin pusing? Yuk tanya langsung dan dapatkan jawabannya dari sesama Parents dan juga expert di app theAsianparent! Tersedia di iOS dan Android.
Rasulullah memiliki tujuh anak kandung. Enam diantaranya –Al-Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah,dan Abdullah- dilahirkan oleh Khadijah. Sementara yang satu –Ibrahim- berasal dari Mariah Al-Qibthiyah. Semua putra Rasulullah wafat saat masih kecil. Sedangkan semua putrinya sempat masuk Islam dan ikut hijrah ke Madinah, meski mereka semua meninggal ketika masih muda, kecuali Fatimah. Anak Rasulullah yang menikah dengan Ali bin Abi Thalib ini meninggal enam bulan setelah Rasulullah wafat. Setelah Khadijah mangkat, Rasulullah menikahi beberapa janda. Sebagian ada yang memiliki anak, dan sebagian yang lain tidak. Dengan demikian status’ Rasulullah bertambah. Bukan hanya menjadi suami, tapi juga menjadi ayah tiri. Lalu bagaimana Rasulullah memperlakukan anak-anak tirinya itu?Terkait hal ini, ada beberapa kisah yang menceritakan bagaimana hubungan Rasulullah dengan anak-anak tirinya. Pertama, Umar bin Ummu Salamah. Suami Ummu Salamah sebelumnya adalah Abu Salamah. Dia ditinggal mati suaminya lalu kemudian dinikahi Rasulullah. Diriwayatkan bahwa pada saat pindah ke kediaman Rasulullah, Ummu Salamah membawa serta empat orang anaknya. Salah satunya adalah Umar bin Ummu Salamah. Umar mengatakan bahwa Rasulullah senantiasa memberinya bimbingan dan menganggapnya seperti anak sendiri.“Waktu muda di biliki Rasulullah aku pernah ceroboh memegang piring. “Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kanan, makanlah yang dekat dengamu.” Begitu beliau menegurku,” cerita Umat bin Ummu Salamah dalam buku Bilik-bilik Cinta Muhammad karya Nizar Rasulullah juga mencurahkan kasih sayang dan kelembutan kepada Zainab, anak Ummu Salamah yang paling kecil. Suatu ketika Rasulullah masuk ke kamar Ummu Salamah, namun pada saat itu Zainab sedang menyusu kepada ibunya. Melihat hal itu Rasulullah membiarkan Zaibab terus menyusu dan mengurungkan niatnya kepada Ummu Salamah. Lalu ia kemudian meninggalkannya. Kejadian seperti ini terjadi berulang perlakuan kasih dan lembut Rasulullah juga dirasakan Hindun bin Abu Halah, anak Khadijah dengan suami sebelumnya. Hindun menilai bahwa Rasulullah adalah ayah yang terbaik yang sangat mencintai dan memberikan pengaruh yang besar terhadap hidupnya. “Ayahku Muhammad, ibuku Khadijah, saudaraku Qasim, dan saudariku Fatimah. Siapa yang mempunyai nasab seperti ini,” kata Hindun bangga karena memiliki ayah juga sangat menyayangi anak-anak tirinya yang lain. Beliau memandang semua anak tirinya tanpa jarak. Baginya, mereka adalah seperti anak kandung sendiri yang harus diperlakukan dan dibimbing dengan sebaik-baik. Maka tidak heran jika Ummu Habibah dan Saudah, dua istri Rasulullah yang memiliki anak dengan suami sebelumnya, sangat memuji dan menghormati Rasulullah karena sang suami sangat menyukai bagi anak-anaknya dan menjadi pengayom bagi mereka. Cinta kasih dan kelembutan Rasulullah tidak hanya terbatas pada hubungan darah.’ A Muchlishon Rochmat
BerandaKlinikKeluargaAnak Tiri Berhak Dap...KeluargaAnak Tiri Berhak Dap...KeluargaRabu, 27 November 2013Apabila seorang laki-laki menikah dengan seorang janda yang telah mempunyai anak kemudian dari pernikahan tersebut dikaruniai anak maka pada saat laki-laki tersebut meninggal bagaimana pembagian harta warisnya menurut islam? Apakah anak bawaan istri tersebut mendapat warisan juga?Sebagaimana terdapat dalam Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam “KHI”, ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli pada dasarnya yang dapat menjadi ahli waris menurut hukum Islam adalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris, atau memiliki hubungan perkawinan dengan pewaris suami atau istri pewaris.Seperti pernah dijelaskan oleh Flora Dianti, dalam artikel yang berjudul Bagaimana Hukum Hak Waris Anak Tiri?, mewarisi terbatas pada 3 tiga sebab saja, yaitu1. Sebab kekerabatan qarabah, atau disebut juga sebab nasab garis keturunan.2. Sebab perkawinan mushaharah, yaitu antara mayit dengan ahli waris ada hubungan perkawinan. Maksudnya adalah, perkawinan yang sah menurut Islam, bukan perkawinan yang tidak sah, dan perkawinan yang masih utuh tidak bercerai.3. Sebab memerdekakan budak wala`.Muslich Maruzi, “Pokok-Pokok Ilmu Waris”, hal. 10; Imam Ar-Rahbi, “Fiqih Waris” terjemahan, hal. 31, dan; Syifa’uddin Achmadi, “Pintar Ilmu Faraidl”, hal. 18.Lebih lanjut, menurut Flora Dianti, kepada anak tiri mubah boleh, ed. hukumnya untuk diberi wasiat oleh orang tua tirinya. Dengan syarat, harta yang diberikan sebagai wasiat itu tidak melebihi 1/3 sepertiga dari harta orang tua tirinya yang meninggal. Jika wasiatnya melebihi 1/3 sepertiga, maka pelaksanaanya bergantung pada persetujuan para ahli waris. lihat Pasal 195 KHI.Berdasarkan uraian di atas, yang mendapat warisan adalah istrinya serta anak sahnya dari perkawinannya dengan istrinya tersebut. Sedangkan anak yang dibawa oleh si istri ke dalam perkawinan mereka, tidak mendapatkan bagian. Ini karena anak tersebut tidak ada hubungan darah dengan si suami. Akan tetapi si suami dapat memberikan wasiat kepada anak bawaan pembagiannya, untuk istri yang ditinggalkan mendapatkan seperdelapan bagian. Ini karena dalam perkawinan tersebut ada anak. Hal ini dapat dilihat pengaturannya dalam Pasal 180 KHI“Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian.”Sedangkan pembagian untuk anak, dapat dilihat dalam Pasal 176 KHI“Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbandung satu dengan anak perempuan.”Demikian jawaban dari kami, semoga HukumInstruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum
Sejatinya, pernikahan adalah sebuah ikatan dua insan manusia yang sifatnya sakral di hadapan Allah SWT sehingga haram hukumnya mempermainkan pernikahan. Bagi umat muslim menikah merupakan penyempurna setengah agama dan ibadah terpanjang yang harus dijaga sampai maut memisahkan. Sayangnya, ternyata ada beberapa jenis pernikahan yang dilarang dalam islam dan harus dihindari oleh seluruh umat muslim. Merangkum dari beberapa sumber terpercaya, berikut terdapat enam pernikahan yang dilarang dalam Islam. Yuk, simak artikel ini sampai akhir! 1. Pernikahan Mut’ah Pernikahan Mut’ah merupakan pernikahan yang dibatasi oleh waktu, bisa lama atau sebentar, lalu kembali lagi pada perjanjian yang telah kedua belah pihak sepakati. Pernikahan ini identik dengan istilah kawin kontrak. Biasanya seseorang yang melakukan nikah mut’ah hanya berlandaskan hawa nafsu dan bersenang-senang sementara waktu. Melansir laman para ulama telah sepakat mengharamkan pernikahan mut’ah dan apabila terjadi maka pernikahannya batal! 2. Pernikahan Syighar Untuk sebagian besar orang, pernikahan syighar masih sangat terdengar asing di telinga. Namun yang pasti pernikahan tersebut sangat dilarang dalam Islam, pasalnya pernikahan syighar dilakukan dengan syarat imbalan. Pernikahan syighar terjadi ketika seseorang menikahkan anak perempuannya dengan syarat orang tersebut itu juga mau menikahkan putri yang ia miliki dengan dirinya, dan keduanya dilakukan tanpa adanya mahar. 3. Pernikahan Tahlil Wanita yang sudah ditalak tiga kali agar dapat dinikahi kembali oleh suami pertamanya yang sebelumnya pernah menjatuhkan talak tiga. Mengapa haram dalam Islam? Karena adanya kesepakatan atau kerjasama negatif antara suami pertama dan suami kedua. Seperti yang telah tercantum dalam sebuah hadits Abu Dawud dan Ibnu Majah “Rasulullah SAW mengutuk orang yang menjadi muhallil suami pertama dan muhallah lah suami sementara”. 4. Pernikahan Beda Agama Sebelum memutuskan menikah, Kamu harus harus tahu terdapat beberapa persyaratan yang harus di penuhi terutama terkait dengan calon pasangan. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 221 “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang laki-laki musyrik dengan perempuan yang beriman sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Allah menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran. 5. Pernikahan Dalam Masa Iddah Melansir laman yang dimaksud dengan masa iddah adalah sebuah nama atau sebutan suatu nama di mana seorang wanita menanti atau menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah di ceraikan baik dengan menunggu kelahiran buah hatinya. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 235 “Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa iddahnya.” 6. Pernikahan dengan Wanita yang Memiliki Hubungan Sedarah Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisaa’ ayat 23 “Diharamkan atas kamu menikahi ibu-ibumu, anak-anak perempuan, saudara-saudara perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sepersusuan, ibu-ibu istrimu mertua, anak-anak perempuan dari istrimu anak tiri yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu dan sudah kamu ceraikan, maka tidak berdosa kamu menikahinya, dan diharamkan bagimu istri-istri anak kandungmu menantu, dan diharamkan mengumpulkan dalam pernikahan dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." Demikianlah 6 pernikahan yang dilarang dalam agama Islam, semoga bisa menambah pengetahuan serta wawasan.
anak tiri dalam islam